11/19/2014
Once upon a time, kira-kira 15 tahun
yang lalu, halaman rumahku adalah surga bagi tumbuhan melinjo. Melinjo yang
dalam bahasa latin disebut dengan Gnetum
gnemon Linn tumbuh subur berderet-detet dari halaman muka rumah sampai ke halaman
belakang rumah seperti symbol “ [ “.. Jumlahnya waktu itu ada 14 buah pohon
melinjo, jumlah yang sangat fantastis mengingat halaman rumahku tidaklah begitu
luas.
Sebeb utama banyaknya pohon melinjo
di rumahku waktu itu adalah karena ibuku dalam waktu senggangnya membuat emping
melinjo. Buah dari pohon melinjo yang kemudian disangrai lalu dipipihkan
menggunakan palu. Dulu aku selalu membantu ibuku membuat emping melinjo yang
gurih ini, dalam hal ini aku bagian tukang sangrai merangkap tukang
incip-incip. Hehehe.
Tapi
itu sudah dulu sekali, semenjak ibuku membuka toko kelontong mungil didepan
rumah usaha emping melinjo kami pun ikut berakhir. Pohon-pohon melinjo yang
berderet-deret dari depan sampai belakang rumah pun perlahan-lahan di tebang
satu-persatu. Kini dari 14 pohon melinjo yang dulu ada, tersisa hanya sebuah
pohon melinjo jantan. Pohon melinjo jantan ini tidak dapat berbuah dan hanya
berbunga. Sedangkan ke 13 pohon melinjo lainnya yang semuanya betina sudah
ditebang dan hanya tersisa sebuah pangkal pohon yang mulai dimakan rayap.
Sedangkan yang tersisa dari usaha emping melinjo ibuku dulu adalah sebuah
bongkahan batu besar berbentuk persegi panjang yang sekarang berfungsi sebagai
anak tangga di samping rumah. Dulu batu besar itu beradu dengan palu sebagai
alas untuk memipihkan buah melinjo. Palu
yang digunakan untuk memipihkan buah melinjo dulu pun masih ada dan kini
tugasnya adalah beradu dengan paku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar