Jumat, 20 November 2015

My Dad My Hero



                 Namaku Rudi, aku adalah seorang mahasiswa rantau di kota Malang. Ayahku bernama Djupri, 55 tahun, seorang buruh pabrik. Ayahku adalah seorang pekerja keras . Beliau sudah bekerja sejak kecil, mulai dari jadi pengembala bebek, tukang panen tebu hingga akhirnya bisa bekerja di pabrik. Ayahku juga termasuk ahli dalam banyak bidang , hampir semua pekerjaan bisa beliau lakukan, mulai dari hal-hal mengenai listrik, membuat perabotan dari kayu, hingga masalah bangun-membangun serta tanam-menanam.

                     Perisiwa penting yang menunjukkan betapa besar kasih sayang Ayahku kepada kami, aku dan kakak ku, adalah ketika kakak ku lahir. Saat itu Ayah dan Ibu sama-sama bekerja di pabrik. Setelah kakak ku lahir Ayahku meminta kepada ibuku agar keluar dari pabrik untuk mengurus kakakku di rumah. Mulanya ibuku tidak mau, beliau berfikir agar mereka berdua tetap bekerja di pabrik dan akan menitipkan kakakku pada nenek sewaktu mereka berdua bekerja. Tapi Ayahku punya pertimbangan lain, beliau ingin anaknya sedari kecil di asuh sendiri oleh ibunya, sehingga beliau mengancam ibuku, apabila Ibuku tidak mau ke keluar dari pabrik maka ayahku yang akan keluar. Maka ibu pun mengalah dan memutuskan keluar sehingga bisa mengasuh kakak ku sedari kecil. Hal itu terjadi sewaktu aku belum lahir, aku mendengar ceritanya dari Ibuku. Biasanya beliau bercerita di malam hari sebelum tidur.
                       Ayahku adalah tipe manusia yang sedikit bicara. Beliau mengajarkan sesuatu kepadaku dan kakak ku dengan contoh yang beliau lakukan setiap hari. Mengenai ibadah sholat, beliau senantiasa mengingatkan kami dan memberikan contoh secara langsung. Di keluarga kami tidak ada yang merokok, aku dan kakak ku tidak merokok hal ini karena sedari kecil kami tidak pernah melihat ayah merokok. Ayah juga sosok yang hemat. Beliau senantiasa membawa bekal dari rumah untuk di makan di pabrik. Aku tidak pernah mendapati Ayah pergi ke warung dan makan disana. Bahkan bila mendapatkan makanan dari acara nikahan teman se pabrik pun, ayah selalu membawanya pulang untuk dimakan sekeluarga. Berdasarkan pengamatanku, bila nasi di rumah tinggal sedikit, ayah dan ibu akan berebut untuk makan terakhir. Tapi kemudian ayah bilang kalau tadi sudah makan dan masih kenyang, sesuatu yang kami sekeluarga tahu bahwa itu adalah bohong. Ibu kemudian merespon dengan mengajak ayah makan berdua satu piring. Sungguh romantis.
                 Ayah adalah sosok pahlawan nyata yang ada dalam hidupku. Keberadaannya sangat penting bagiku dan keluargaku. Ialah sosok yang bekerja keras membanting tulang guna mencukupi semua kebutuhanku dan keluargaku. Ayah selalu bilang bahwa nasibku harus lebih baik dari dirinya. Di umurnya yang semakin menua, beliau masih bekerja keras, keinginannya hanya satu saat ini melihat ku, anak bungsu nya segera lulus kuliah dan kemudian segera bekerja. Bila melihat keriput di wajah Ayah, aku kadang jadi tidak tega membiarkan beliau bekerja di usai senjanya. Ingin sekali aku membuat Ayahku bangga, seperti saat SMA kelas dua dulu. Saat itu pertama kalinya Ayah menggambil rapor sekolahku. Aku bersekolah di  salah satu sekolah ternama di kediri. Ayahku menunggu pengambilan rapor bersama wali murid lain dengan tingkat ekonomi lebih mapan harus pulang paling akhir karena saat itu aku juara satu di kelasku. Saat itulah aku melihat senyum bangga di wajah Ayahku. Ingin rasanya melihat senyum itu menghiasi wajah Ayahku kembali.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar