Namaku Rudi, aku adalah seorang mahasiswa rantau di kota
Malang. Ayahku bernama Djupri, 55 tahun, seorang buruh pabrik. Ayahku adalah
seorang pekerja keras . Beliau sudah bekerja sejak kecil, mulai dari jadi
pengembala bebek, tukang panen tebu hingga akhirnya bisa bekerja di pabrik.
Ayahku juga termasuk ahli dalam banyak bidang , hampir semua pekerjaan bisa
beliau lakukan, mulai dari hal-hal mengenai listrik, membuat perabotan dari
kayu, hingga masalah bangun-membangun serta tanam-menanam.
Perisiwa penting yang menunjukkan betapa besar kasih
sayang Ayahku kepada kami, aku dan kakak ku, adalah ketika kakak ku lahir. Saat
itu Ayah dan Ibu sama-sama bekerja di pabrik. Setelah kakak ku lahir Ayahku
meminta kepada ibuku agar keluar dari pabrik untuk mengurus kakakku di rumah.
Mulanya ibuku tidak mau, beliau berfikir agar mereka berdua tetap bekerja di
pabrik dan akan menitipkan kakakku pada nenek sewaktu mereka berdua bekerja.
Tapi Ayahku punya pertimbangan lain, beliau ingin anaknya sedari kecil di asuh
sendiri oleh ibunya, sehingga beliau mengancam ibuku, apabila Ibuku tidak mau
ke keluar dari pabrik maka ayahku yang akan keluar. Maka ibu pun mengalah dan
memutuskan keluar sehingga bisa mengasuh kakak ku sedari kecil. Hal itu terjadi
sewaktu aku belum lahir, aku mendengar ceritanya dari Ibuku. Biasanya beliau
bercerita di malam hari sebelum tidur.
Ayahku adalah tipe manusia yang sedikit bicara. Beliau
mengajarkan sesuatu kepadaku dan kakak ku dengan contoh yang beliau lakukan
setiap hari. Mengenai ibadah sholat, beliau senantiasa mengingatkan kami dan
memberikan contoh secara langsung. Di keluarga kami tidak ada yang merokok, aku
dan kakak ku tidak merokok hal ini karena sedari kecil kami tidak pernah
melihat ayah merokok. Ayah juga sosok yang hemat. Beliau senantiasa membawa
bekal dari rumah untuk di makan di pabrik. Aku tidak pernah mendapati Ayah
pergi ke warung dan makan disana. Bahkan bila mendapatkan makanan dari acara
nikahan teman se pabrik pun, ayah selalu membawanya pulang untuk dimakan sekeluarga.
Berdasarkan pengamatanku, bila nasi di rumah tinggal sedikit, ayah dan ibu akan
berebut untuk makan terakhir. Tapi kemudian ayah bilang kalau tadi sudah makan
dan masih kenyang, sesuatu yang kami sekeluarga tahu bahwa itu adalah bohong.
Ibu kemudian merespon dengan mengajak ayah makan berdua satu piring. Sungguh
romantis.
Ayah adalah sosok pahlawan nyata yang ada dalam hidupku. Keberadaannya
sangat penting bagiku dan keluargaku. Ialah sosok yang bekerja keras membanting
tulang guna mencukupi semua kebutuhanku dan keluargaku. Ayah selalu bilang
bahwa nasibku harus lebih baik dari dirinya. Di umurnya yang semakin menua,
beliau masih bekerja keras, keinginannya hanya satu saat ini melihat ku, anak
bungsu nya segera lulus kuliah dan kemudian segera bekerja. Bila melihat keriput
di wajah Ayah, aku kadang jadi tidak tega membiarkan beliau bekerja di usai
senjanya. Ingin sekali aku membuat Ayahku bangga, seperti saat SMA kelas dua
dulu. Saat itu pertama kalinya Ayah menggambil rapor sekolahku. Aku bersekolah
di salah satu sekolah ternama di kediri.
Ayahku menunggu pengambilan rapor bersama wali murid lain dengan tingkat
ekonomi lebih mapan harus pulang paling akhir karena saat itu aku juara satu di
kelasku. Saat itulah aku melihat senyum bangga di wajah Ayahku. Ingin rasanya
melihat senyum itu menghiasi wajah Ayahku kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar