Senin, 17 November 2014

Bujang Lapuk Pengangguran yang Tinggal dengan OrangTua nya



11/17/2014


                Di tengah program skripsi yang tak kunjung selesai karena tak ku kerjakan, aku memutuskan untuk pulang kampong ke rumah. Kalau boleh jujur ini adalah keberadaanku di rumah dalam rentang waktu paling panjang semenjak aku kuliah. Bila dulu, aku hanya pulang selama tiga hari dalam sebulan, kali ini aku hampir enam bulan berada di rumah tentu saja dipotong beberapa hari tiap bulan untuk main ke malang hanya untuk mengusir rasa bosan.
            Hal yang kurasakan di rumah sangatlah berbeda dengan apa yang terjadi di malang. Hal ini di karenakan banyak sekali orang yang ku kenal di lingkungan tempat aku tumbuh besar ini. Bila di malang selain teman-teman kuliah, aku hanya kenal beberpa orang. Mereka adalah orang-orang yang berada di lingkungan kos tempat aku bermalas-malasan selama di malang. Meskipun tidak tahu namanya aku cukup akrab dengan mereka, misalnya : mas-mas bengel, bapak-ibu lalapan, bapak-ibu nasi goring, mas-mas penjual gallon, mas mas penghobi burung samping kos, mabak-mbak indomaret,  pasangan suami istri pengelola warnet, dan tentu saja keluarga bapak - ibu kos dan satu lagi yang terlewat adalah  mahasisawi cantik anak pemilik toko yang jarang tersenyum ( sebenarnya hubungan kami sangat kaku).  Hubunganku dengan para tetangga kos adalah jenis hubungan masyarakat perkotaan, meskipun sering berbincang tapi kami saling menjaga privasi masing-masing. Sungguh berbeda dengan saat ini yang terjadi di kampungku. Di kampungku ini aku kenal banyak sekali manusia. Bila kedua orang tua ku tidak bertanya macam-macam hal berbeda justru ditunjukkan oleh para tetangga dan kerabat-kerabatku sekitar rumah. Sampai bosan aku menjawabnya bila bertemu dengan mereka, mereka selalu bertanya hal yang sama. Tentang kuliah ku, dan mengapa aku berada di rumah. Aku secara sopan dan berhemat kata Cuma menjawab pendek-pendek pertanyaan-pertanyaan yang sama dari para tetanggaku itu.
            Hal yang wajar bila kemudian aku sering menjadi bahan gosib di jalan gang kampungku. Tentang seorang mahasiswa yang sudah  lama kuliah tatapi belum juga lulus dan hanya bermalas-malasan di rumah. Dimulailah acara banding-membandingkan aku dengan si A,B,C yang kulaih sambil kerja. Mengahapi situasi seperti ini ku terapkan benar-benar perkataan Mario Teguh : beliau pernah berkata bahwa kebanyakan orang Indonesia mengalami galau karena terlalu sering mendengarkan perkataan yang tidak-tidak dari orang lain. Jadi agar hidupku tidak makin galau dan kacau maka ku putuskan untuk tidak memperdilihkan segala gossip dan kata-kata para tetangga-tetangga ku yang sungguh perhatian itu.
            Di waktu luang yang sangat banyak kudapatkan di rumah, aku sering menghabiskannya untuk hal-hal yang sebenarnya juga aku lakukan ketika berada di malang, yakni nonton film dan membaca novel. Aku memutuskan untuk membaca ulang novel Andrea Hirata yang judulnya : padang bulan dan cinta dalam gelas”. Alasanku membaca ulang novel ini karena di dalamnya terdapat kesamaan kisah antara aku dan si tokoh Ikal, yakni si Andrea Hirata itu sendiri. Dikisahkan setelah pulang dari Eropa dan meyelamatkan A Ling dari perompak di laut cina selatan, Ikal yang sarjana dan lulusan universitas di Prancis tetap tinggal di kampungnya, di awal-awal cerita Ikal bahkan juga mengganggur. Meskipun dalam hidup ini kita harus meniru yang baik-baik, tapi dalam kasus yang juga menggangur ini aku hanya sedang melakukan sebuah perbandingan antara hal-hal yang ikal dan aku lakukan ketika menggangur di rumah.  Hal positif yang kudapat dari membaca novel Andrea Hirata yang ini adalah bila dilihat dari sisi lain, keberadaanku di rumah ini cukuplah membantu kedua orang tua ku. Walaupun tidak banyak, tapi aku bisa membantu menjaga toko di rumah, mengantar ibu ke pasar atau ikut membersihkan rumah. Begitulah kita ambil positifnya saja hehehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar